Pemberantasan Korupsi Memerlukan Usaha Yang Luar Biasa

13-09-2011 / PIMPINAN

“Ketua DPR RI Marzuki Alie tawarkan Paket Peraturan Pemberantasan Korupsi: Pembatasan Transaksi Tunai (Non-Cash Payment), Pembuktian Terbalik, Hukuman Berat dan Pemutihan”

            Karena Korupsi termasuk extra ordinary crime yang telah masuk kesemua sektor maka diperlukan usaha yang luar biasa serta cara-cara efektif dan komitmen bersama untuk membuat satu aturan. “Kalau tidak dilakukan usaha luar biasa, sulit memberantas korupsi”, kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Marzuki Alie (56) dalam Seminar Nasional “Sistem Pembuktian Terbalik dan Transaksi Keuangan Non Tunai, Strategi Baru Pemberantasan Korupsi” yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri) di Hotel Aryaduta, Palembang, Senin (12/9).

            Pada kesempatan ini Marzuki menawarkan pemikiran bahwa pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan transaksi tunai (non-cash payment), menerapkan sistem hukum pembuktian terbalik, memberlakukan hukuman berat bagi para koruptor dan memberikan pemutihan.

            Sebagai pembicara utama(keynote speaker) dalam seminar ini, Marzuki Alie menjelaskan tawaran paket ini dapat diundang-undangkan secara bersamaa sebagai upaya luar biasa memberantas korupsi. Karena korupsi termasukextra ordinary crime yang telah masuk semua sektor, perlu dibuat cara-cara efektif dan komitmen bersama untuk membuat UU ini karena tantangannnya sangat besar. “Kalau tidak dilakukan usaha luar biasa, sulit memberantas korupsi,” tegas kandidat doktor di Universiti Utara Malaysia ini.

            Pembatasan transaksi tunai atau uang kas diperbankan penting dilakukan untuk membatasi ruang gerak koruptor yang akhir-akhir ini sering menggunakan cash payment dalam transaksinya. Non-cash payment juga mempermudah pemerintah melakukan kontrol peredaran uang di masyarakat.

            Hanya saja, lanjut alumnus Unsri ini diperlukan instrumen hukum seperti setingkat peraturan Bank Indonesia atau UU yang lebih kuat tentang pembatasan transaksi non tunai. “Kalau transaksaksi dibatasi Rp 5 juta  misalnya, orang yang akan menyuap tidak akan bisa lebih dari nilai itu,” jelas Marzuki dihadapan sekitar 400 peserta seminar yang hadir.      Saat ini, lanjut Marzuki, semakin sulit melakukan upaya pemberantasan korupsi karena cara-cara yang digunakan semakin canggih. Koruptor tidak lagi melakukan transaksi  antar bank karena mudah dilacak PPATK (Pusat Pemeriksaan dan Analisa Transaksi Keuangan).

            Modus korupsi berubah dengan memberikan uang tunai . “Korupsi dilakukan dengan ‘kardus duren’, ‘boks mobil’, bagaimana PPATK bisa melacaknya?” ujar Marzuki. Pembatasan maksimum transaksi perbankan ini, menurut Marzuki sesuai dengan pasal 6 (d) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang KPK. Marzuki menilai pemberlakukan kebijakan ini tidak hanya memperkuat sistem perbankan untuk menghindari rush (penarikan besar-besaran)  tetapi dapat pula meningkatkan pendapatan negara dari pajak.

            Penanganan korupsi yang masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan (extra ordinary crime), menurut Marzuki juga harus didukung dengan memberlakukan sistem hukum pembuktian terbalik. “Perlu dibuat UU yang khusus mengatur praktek ini,” tegas Marzuki.

            Meski dalam beberapa aturan hukum seperti pasal 5 ayat 1 Perppu No 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 12B, 37, 37A, 37B dan 38 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan  UU No 20 tahun 2001 tentang tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah menyinggung tentang pembuktian terbalik tetapi tidak sistem hukum ini tidak pernah diatur dengan tegas.

            Tidak heran jika praktek penanganan kasus korupsi di Indonesia tidak pernah menggunakan sistem pembuktian terbalik. Padahal sistem ini telah diberlakukan dibeberapa negara seperti Hongkong, Malaysia dan Singapura dan dinilai cukup efektif untuk memberantas korupsi.

            Kelambanan penerapan sistem hukum  ini tidak hanya karena landasan hukum yang tidak jelas tetapi juga  pengaruh minimnya pemahaman aparat penegak hukum pada substansi dan cara penerapan pembuktian terbalik dalam penyelesaian kasus korupsi.

            Tetapi, lanjut Marzuki, jika pembuktian terbalik dapat dilakukan, upaya pemberantasan korupsi juga harus dibarengi dengan pemberlakukan hukuman berat bagi warga negara yang terbukti melakukan korupsi. Dalam UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan koruptor dapat dihukum pidana mati, seumur hidup atau penjara lama 20 tahun dan denda Rp 1 miliar serta pidana tambahan.       “Sayangnya Indonesia tidak pernah memberi sanksi pidana mati, remisi justru banyak diberikan pada koruptor padahal cukup bisa memberikan efek jera,” kata Marzuki. Hingga saat ini tercatat beberapa negara telah berhasil melawan korupsi dengan memberlakukan hukuman maksimal bagi para koruptor seperti Cina dengan hukuman mati dan Latvia dengan UU Pemotongan Generasi.

            Tiga gagasan peraturan pemberantasan korupsi di atas, tegas Marzuki akan sulit dilakukan jika tidak dilakukan pemutihan. “DPR akan enggan membuat UU yang berpotensi menjerat dirinya sendiri,” jelas Marzuki.

            Pemutihan dilakukan dengan berbagai persyaratan tertentu bagi koruptor misalnya dengan mengembalikan uang hasil korupsi ke negara sebelum diampuni. “Langkah ini menjadi awalan penting dilakukan untuk memudahkan pemulangan pelaku tindak pidana korupsi yang lari ke luar negeri.

            Pemutihan dapat juga berlaku untuk para pemilik “uang abu-abu” dengan mengembalikan ke negara sebelum pemberlakuan sanksi hukuman berat.“Tapi untuk mereka telah masuk proses hukum tetap dilanjutkan,” jelas Marzuki. (LSS)

BERITA TERKAIT
Tangki Kilang Cilacap Terbakar, Puan Maharani: Segera Audit Sistem Pengamanan Kilang Pertamina
15-11-2021 / PIMPINAN
Prihatin dengan insiden terbakarnya tangka kilang di Cilacap pada Minggu (14/11/2021) lalu, Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani meminta...
Tutup Piala KBPP Polri, Puan Harap Lahir Bibit Atlet Pesepak Bola
14-11-2021 / PIMPINAN
Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menutup turnamen sepakbola Piala Keluarga Besar Putra Putri (KBPP) Polri usia dini yang...
Rachmat Gobel: Pemda Harus Cari Solusi Atasi Banjir Gorontalo
13-11-2021 / PIMPINAN
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta Pemerintah Daerah Gorontalo harus cepat turun tangan menyelesaikan masalah banjir yang terjadi di...
Panen Padi di Banyuwangi, Puan Dorong Pertanian Dijadikan Agrowisata
12-11-2021 / PIMPINAN
Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani melanjutkan rangkaian kunjungan kerja ke Banyuwangi, Jawa Timur dengan turut serta memanen padi...